TITIPAN
TERAKHIR Sahabat
Akhir
tahun pelajaranku di SMP pun tiba.
“Aku luluuusss.....”, teriakku saat melihat pengumuman
yang tertera di papan pengumunan kelulusan.
Begitu pula dengan temanku yang lainnya. Mereka sangat senang melihat kelulusan tahun ini dengan
kelulusan 100%. Aku masih belum terpikir dimana aku akan sekolah SMA. Aku masih
bingung. Aku pun banyak menanyakan pendapat temanku enaknya sekolah dimana.
Namun pendapat-pendapat mereka tidak ada yang membuatku terjerumus. Sampai
saatnya murid-muridpun diijinkan untuk pulang. Sampai di rumah, Aku sudah
ditunggu Papa dan Mamaku di ruang tamu untuk menanyakan hasil Ujianku. Dengan
penuh percaya diri dan kesenangan aku berteriak
“Mita luluss ma..
pa...” teriakku.
“Oh ya??” kata mamaku dengan sedikit bercanda.
“Iya dong ma.. di urutan ke-3 lo.... Jadi aku pasti bisa
deh sekolah dimana aja, di sekolah ternama sekalipun”, kataku dengan penuh
percaya diri.
“Hmm.. okelah mama dan papa percaya. Dan kami telah
mendaftarkan kamu ke sekolah di luar kota. Jadi, kamu tidak boleh menolaknya.
Menurut pengalaman teman-teman papamu sekolahnya itu sangat bagus dan selalu
melahirkan siswa-siswa cerdas”, kata mamaku.
“Emang nama sekolahnya apa? Dan tempatnya itu dimana?”,
tanyaku.
“Nama sekolahnya itu SMA Antara di Semarang”, kata
papaku.
“Apa??? Berarti, aku harus tinggal di Semarang dong”,
kataku dengan sedikit kaget.
“Iyalah Mit, di sekolah itu sudah disiapkan asrama untuk
tempat tinggal bagi siswa dari luar kota. Jadi, kamu nggak perlu takut. Toh,
nanti disana kamu juga bakalan punya banyak teman disana”, kata mamaku.
“Baiklah ma...”, kataku agak kecewa.
Akupun menikmati penuh hari-hariku di rumah sebelum aku
harus meninggalkan rumah tercintaku ini untuk bersekolah di Semarang. Berat
juga aku harus meninggalkan rumah ini, rumah yang sudah menjadi sahabatku
selama 15 thn walau hanya untuk sementara waktu. Sampai akhirnya tibalah
saatnya aku, besok untuk pergi ke Semarang. Malamnya mamaku mengingatkan aku
untuk membereskan barang-barang agar jangan sampai ada yang tertinggal. Esok
pun tiba. Pagi-pagi sekali papaku membangunkanku untuk siap-siap pergi ke
Semarang. Okelah aku pun bangun pagi dan bersiap-siap.
Pagi ini aku diantar oleh mama papaku ke Semarang. Di
perjalanan aku terus memikirkan bagaimana nasibku nanti disana. Memiliki teman
baru? Ataukah bakalan tidak punya teman?. Semuanya menghantuiku. Akhirnya,
tibalah di asrama. Disana sudah banyak teman-teman dari kota lain. Aku merasa
asing dengan keadaan seperti ini. Ku pun mencoba untuk tenang diri. Aku telah
mendapatkan kamar, yaitu di kamar no. 7. Akupun memasuki kamar tersebut.
Ternyata disana sudah ada teman yang
juga tinggal di kamar itu. Aku hanya tersenyum melihatnya.
Mama dan papaku membantu untuk meletakkan
pakaian-pakaianku di lemari. Dan juga menata kamar ini agar terlihat rapi.
Sebenarnya, aku tidak bisa menerima kamar ini. Kamar ini kecil dan tidak
terlalu bersih. Namun bagaimana pun juga aku harus tetap tinggal disini. Mama
dan papaku pun meninggalkanku untuk tinggal disini. Apa aku akan bisa hidup
tanpa orangtua ya?,, Aku merasa takut jika aku tanpa orang tua. Tapi mau gimana
lagi, aku harus bisa J.
Malam pun tiba, dari tadi itu aku belum ada komuikasi
juga dengan teman sekamarku ini. Bahkan, namanya pun aku belum tau. Akupun
memulai perkenalan ini.
“Hai... namaku Mita”, sapaku.
“Hai juga.. aku Tina”, balasnya.
Akhirnya kita pun banyak bercakap-cakap tentang
masalah-maslah pribdi sekalipun. Setelah lama perbincangan kami, tak terasa
hari sudah larut malam untuk mata ini. Kami pun memutuskan untuk tidur dan
melanjutkan perbincangan ini esok hari.
Hari ini merupakan hari pertamaku sekolah. Dan tidak
disengaja aku mendapat kelas yang sama dengan Tina. Jadi, aku tidak perlu
pusing-pusing lagi nyari teman untuk duduk. Aku pun langsung memilih Tina untuk
teman dudukku. Tina pu demikian dia langsung memilihku. Kami pun mengikuti
pelajaran untuk pertama kalinya dengan senang. Walau ada sedikit ketegangan,
namanya juga siswa baru. Wajarlah J.
Tak terasa waktu sudah 3 bulan membawa kami tinggal
disini. Selama ini pula persahabatanku dan Tina semakin membaik. Kami selalu
berbagi tawa bersama. Disaat aku sedih dia selalu menghiburku. Disaat aku
senang dia juga ikut senang. Begitu juga sebalikknya. Dengan berjalan sejauh
ini persahabatan kami tidak pernah mengalami cobaan-cobaan.
Namun sudah berjalan sejauh ini. Aku masih belum
mengetahui kepergian Tina pada waktu tertentu dan tidak memberi tahukanku. Aku
curiga, sebenarnya apa yang disembunyikannya dariku?. Sesekali aku pernah
menanyakannya tentang kepergiannya
“Tin, tadi sore kamu pergi kemana”, tanyaku
“ Hmm... aku nggak kemana-mana kok, aku cuman pergi
sebentar untuk mencari udara egar”, jawbnya.
“Ooh...”, tanggapku
Aku
meras jawabannya itu kurang masuk akal. Karena semakin curiga, Akupun berniat
untuk mengikuti kepergiannya pada suatu sore. Aku mengikuti langkah kakinya
keluar asrama dan ternyata di depan dia telah ditunggui oleh seseorang bermobil
merah.
“Kayanya aku tahumobil itu deh”, gumamku sendiri
Akhirnya aku pun ingat kalau itu adalah mobil ayahnya
yang pernah ia tunjukkan fotonya padaku. Tanpa berfikir lagi aku langsung
mengikuti mobil itu. Aku terkejut, ternyata mobil itu berhenti di Rumah Sakit.
Siapa yang sakit ya?, Pikirku. Aku masih belum bisa membayangkan siapa yang
sakit dan kalau emang setiap minggunya Tina ke Rumah Sakit, emangnya dia sakit
apa?. Dia pun memasuki suatu Ruangan yang menurutku misterius. Di depannya pun
tidak terpampangkan nama ruangannya. Aku berusaha mendengar percakapan mereka
dari luar. Namun semuanya sia-sia. Percakapannya tidak bisa di dengar dari
luar. Aku pun merasa mungkin memang seharusnya aku tidak mengetahui semua ini
2 bulan berlalu, kepergian Tina itu semakin sering.
Setelah pulang sekolah dia lebih sering dijemput oleh papanya dan beralasan
akan langsung pergi ke Rumah Sakit untuk menengok neneknya yang sakit. Aku
memitanya untuk bisa ikut menengo neneknya yang sakit. Namun, dia melarangku
dengan alasan-alasan agak aneh. Aku merasa makin tidak enak dengan kelakuan
Tina akhir-akhir ini. Dia juga jarang untuk melakukan hal-hal yang menyerukan.
Akhir-akhir ini dia lebih banyak termenung. Tapi dia tidak pernah
menceritakannya kepadaku.
“Tin, sebernarnya kamu kenapa sih?, ada masalah? Kalo ada
masalah kamu jangan pendam sendiri, kamu kan masih punya sahabat seperti aku.
Jadi kamu bisa ceritakan ke aku!”, kataku.
“Mit, aku tidak ada maalah apa-apa kok. Aku baik-baik
aja”, katanya.
“Tapi, akhir-akhir ini aku melihat kamu sering melamun!”,
tanggapku
“Aku cuman memikirkan keadaan keluargaku di desa aja kok,
Aku kangen sama mereka. Jadi, aku sedih saat jauh dengan mereka”, jawabnya
“Oohh..., baiklah aku percaya. Tapi kamu jangan sedih
lagi ya. Disini kan masih ada kau J. Dan jika kamu
ada masalah ceritain ke aku aja”, jawabku
“Iya Mit,, Pasti!”, jawabnya.
Hampir saja aku lupa. Ternyata, 5 hari lahi itu Ulang
Tahunnya Tina. Aku masih belum ada persiapan apa-apa. Aku pun meminta usulan
dari teman-temanku yang lainnya. Aku menyetujui alah satu pendapat temanku. Aku
pun mulai menyiapkannya 3 hari ebelum hari jadinya. Karena ini hari jadinya
yang ke-17 maka, aku harus memberikan yang spesial kepadanya. Setelah
memikirkan hadiahnya yang cukup lama. Aku memutuskan untuk memberinya sebuah
kalung tanda persahabatan kita.
Ternyata sehari sebelum Hari Ulang Tahunnya dia
berpamitan untuk pulang ke desanya. Aku kaget,
berarti aku harus memberikan kejutannya di desanya dong. Konsep yang sudah aku
susun sedemikian rupa menjadi berubah. Aku harus mengejutkannya di desa.
Aku pun memilih 3 teman ku yang lainnya untuk ikut
memberikan kejutan Ulang Tahun kepada Tina ke desanya. Dengan penuh
kebahagiaan, aku pergi ke desanya. Aku sangat senang. Dan menurutku Tina pasti
sangat suka dengan kejutanku ini. Aku sudah sangat percaya diri untuk
mengejutkannya. Setelah beberapa lama, kami pun tiba di rumahnya. Kami
terkejut!. Rumah Tina penuh orang dengan pakaian hitam-hitam. Pikirku pun
melayang.
“Ada apa ini???”, tanyaku dengan temanku yang lain.
“Hmm... Mit, kayanya disini ada yang kematian deh”, kata
salah satu temanku.
“ Tapi, siapa yang meninggal ya? “, tanyaku?
. “Entahlah,, lebih baik kita masuk
untuk memastikannya”, jawab temanku yang lain
Kami berempat pun langsung masuk ke rumahnya. Aku sangat
terkejut, ternyata Tina telah meninggalkanku.
Dia tidak akan pernah kembali lagi. Aku langsung menangis histeris. Aku
langsung memeluk tubuh Tina yang sudah kaku itu. Aku tidak bisa berbuat
apalagi. Semua temanku sudah menenangkanku. Tapi, itu tidak cukup. Aku terus
berteriak,, Tin! Bangun tin,,, . Kamu tidak boleh meninggalkannku dulu L.
Semua sudah terlambat. Aku tidak bisa lagi mengucapkan
Ulang Tahun ke dia. Aku sudah terlambat!!!.
Orang tuanya pun menghampiriku.
“Mita, kamu harus kuat ya,”, kata mamanya
“Gimana bisa kuat tante, orang yang selama ini aku
sayangi kini telah meninggalkanku”, kataku.
“Yang sabar ya Mitha,ini semua sudah takdir Tuhan”, kata
papanya.
Aku pun menanyakan kejadian yang menimpanya. Beliau
menjawab bahwa, Tina menderita penyakit kanker darah. Penyakitnya sangat susah
disembuhkan. Beliau juga berkata dia tidak mengatakan penyakitnya ini kepada
siapapun, sahabatnya pun tidak. Karena dia tidak mau membuat orang lain ikut
sedih. Orang tuanya pun langsung menyerahkan sebuah diary kecil berwarna pink
untukku.
“Mita, ini diary Tina. Dia berpesan setelah dia meninggal
diary ini harus diberi kepada kamu Mita”, kata mamanya
“Diary?”, kataku kurang yakin
“Iya, ini diary untukmu”, kata mamanya lagi
“Terima kasih tante. Aku pasti akan menjaga dan selalu
merawat diary ini tante”, kataku.
Pemakaman Tina pun telah selesai. Sambil menangis di
pemakamannya aku membaca halaman terakhir tulisannya
Semarang,
28 Desember 2012
Dear Diary,
Aku
udah nggak tahan lagi dgn penyakitku ini. Aku sudah ingin mati. Dokter
menapsirkan-ku akan meninggal pada usiaku yang ke-17. Itu sangat dekat. Tapi,
aku masih bisa menikmati hari-hari terakhirku ini dengan senang. Karena,
sahabatku Mita yang selalu menghiburku. Walaupun dia tidak tahu keadaanku saat
ini.
Maafkan
aku tidak menceritakannya padamu Mit,,,
Aku sangat terharu membacanya. Begitu
spesialnya aku dimatanya. Dia tepat meninggal pada hari jadinya yang ke-17.
Walaupun aku sudah sering menghburnya, aku masih merasa kurang. Aku merasa
sebagai sahabatnya, belum bisa membahagiakannya di saat-saat terakhirnya. Aku
tidak ada disisinya disaat terakhinya. Aku menyesal.....
Hari-hariku sangat sepi setelah kepergiannya...
“Walaupun
raganya telah tiada, tapi namanya masih tetap hidup di hatiku”
*TAMAT*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar