Sabtu, 13 Oktober 2012

Cerpen Sahabat


TITIPAN TERAKHIR Sahabat

Akhir tahun pelajaranku di SMP pun tiba.
            “Aku luluuusss.....”, teriakku saat melihat pengumuman yang tertera di papan pengumunan kelulusan.
            Begitu pula dengan temanku yang lainnya. Mereka  sangat senang melihat kelulusan tahun ini dengan kelulusan 100%. Aku masih belum terpikir dimana aku akan sekolah SMA. Aku masih bingung. Aku pun banyak menanyakan pendapat temanku enaknya sekolah dimana. Namun pendapat-pendapat mereka tidak ada yang membuatku terjerumus. Sampai saatnya murid-muridpun diijinkan untuk pulang. Sampai di rumah, Aku sudah ditunggu Papa dan Mamaku di ruang tamu untuk menanyakan hasil Ujianku. Dengan penuh percaya diri dan kesenangan aku berteriak
            “Mita luluss  ma.. pa...” teriakku.
            “Oh ya??” kata mamaku dengan sedikit bercanda.
            “Iya dong ma.. di urutan ke-3 lo.... Jadi aku pasti bisa deh sekolah dimana aja, di sekolah ternama sekalipun”, kataku dengan penuh percaya diri.
            “Hmm.. okelah mama dan papa percaya. Dan kami telah mendaftarkan kamu ke sekolah di luar kota. Jadi, kamu tidak boleh menolaknya. Menurut pengalaman teman-teman papamu sekolahnya itu sangat bagus dan selalu melahirkan siswa-siswa cerdas”, kata mamaku.
            “Emang nama sekolahnya apa? Dan tempatnya itu dimana?”, tanyaku.
            “Nama sekolahnya itu SMA Antara di Semarang”, kata papaku.
            “Apa??? Berarti, aku harus tinggal di Semarang dong”, kataku dengan sedikit kaget.
            “Iyalah Mit, di sekolah itu sudah disiapkan asrama untuk tempat tinggal bagi siswa dari luar kota. Jadi, kamu nggak perlu takut. Toh, nanti disana kamu juga bakalan punya banyak teman disana”, kata mamaku.
            “Baiklah ma...”, kataku agak kecewa.
            Akupun menikmati penuh hari-hariku di rumah sebelum aku harus meninggalkan rumah tercintaku ini untuk bersekolah di Semarang. Berat juga aku harus meninggalkan rumah ini, rumah yang sudah menjadi sahabatku selama 15 thn walau hanya untuk sementara waktu. Sampai akhirnya tibalah saatnya aku, besok untuk pergi ke Semarang. Malamnya mamaku mengingatkan aku untuk membereskan barang-barang agar jangan sampai ada yang tertinggal. Esok pun tiba. Pagi-pagi sekali papaku membangunkanku untuk siap-siap pergi ke Semarang. Okelah aku pun bangun pagi dan bersiap-siap.
            Pagi ini aku diantar oleh mama papaku ke Semarang. Di perjalanan aku terus memikirkan bagaimana nasibku nanti disana. Memiliki teman baru? Ataukah bakalan tidak punya teman?. Semuanya menghantuiku. Akhirnya, tibalah di asrama. Disana sudah banyak teman-teman dari kota lain. Aku merasa asing dengan keadaan seperti ini. Ku pun mencoba untuk tenang diri. Aku telah mendapatkan kamar, yaitu di kamar no. 7. Akupun memasuki kamar tersebut. Ternyata  disana sudah ada teman yang juga tinggal di kamar itu. Aku hanya tersenyum melihatnya.
            Mama dan papaku membantu untuk meletakkan pakaian-pakaianku di lemari. Dan juga menata kamar ini agar terlihat rapi. Sebenarnya, aku tidak bisa menerima kamar ini. Kamar ini kecil dan tidak terlalu bersih. Namun bagaimana pun juga aku harus tetap tinggal disini. Mama dan papaku pun meninggalkanku untuk tinggal disini. Apa aku akan bisa hidup tanpa orangtua ya?,, Aku merasa takut jika aku tanpa orang tua. Tapi mau gimana lagi, aku harus bisa J.           
            Malam pun tiba, dari tadi itu aku belum ada komuikasi juga dengan teman sekamarku ini. Bahkan, namanya pun aku belum tau. Akupun memulai perkenalan ini.
            “Hai... namaku Mita”, sapaku.
            “Hai juga.. aku Tina”, balasnya.
            Akhirnya kita pun banyak bercakap-cakap tentang masalah-maslah pribdi sekalipun. Setelah lama perbincangan kami, tak terasa hari sudah larut malam untuk mata ini. Kami pun memutuskan untuk tidur dan melanjutkan perbincangan ini esok hari.
            Hari ini merupakan hari pertamaku sekolah. Dan tidak disengaja aku mendapat kelas yang sama dengan Tina. Jadi, aku tidak perlu pusing-pusing lagi nyari teman untuk duduk. Aku pun langsung memilih Tina untuk teman dudukku. Tina pu demikian dia langsung memilihku. Kami pun mengikuti pelajaran untuk pertama kalinya dengan senang. Walau ada sedikit ketegangan, namanya juga siswa baru. Wajarlah J.
            Tak terasa waktu sudah 3 bulan membawa kami tinggal disini. Selama ini pula persahabatanku dan Tina semakin membaik. Kami selalu berbagi tawa bersama. Disaat aku sedih dia selalu menghiburku. Disaat aku senang dia juga ikut senang. Begitu juga sebalikknya. Dengan berjalan sejauh ini persahabatan kami tidak pernah mengalami cobaan-cobaan.
            Namun sudah berjalan sejauh ini. Aku masih belum mengetahui kepergian Tina pada waktu tertentu dan tidak memberi tahukanku. Aku curiga, sebenarnya apa yang disembunyikannya dariku?. Sesekali aku pernah menanyakannya tentang kepergiannya
            “Tin, tadi sore kamu pergi kemana”, tanyaku
            “ Hmm... aku nggak kemana-mana kok, aku cuman pergi sebentar untuk mencari udara egar”, jawbnya.
            “Ooh...”, tanggapku
            Aku meras jawabannya itu kurang masuk akal. Karena semakin curiga, Akupun berniat untuk mengikuti kepergiannya pada suatu sore. Aku mengikuti langkah kakinya keluar asrama dan ternyata di depan dia telah ditunggui oleh seseorang bermobil merah.
            “Kayanya aku tahumobil itu deh”, gumamku sendiri
            Akhirnya aku pun ingat kalau itu adalah mobil ayahnya yang pernah ia tunjukkan fotonya padaku. Tanpa berfikir lagi aku langsung mengikuti mobil itu. Aku terkejut, ternyata mobil itu berhenti di Rumah Sakit. Siapa yang sakit ya?, Pikirku. Aku masih belum bisa membayangkan siapa yang sakit dan kalau emang setiap minggunya Tina ke Rumah Sakit, emangnya dia sakit apa?. Dia pun memasuki suatu Ruangan yang menurutku misterius. Di depannya pun tidak terpampangkan nama ruangannya. Aku berusaha mendengar percakapan mereka dari luar. Namun semuanya sia-sia. Percakapannya tidak bisa di dengar dari luar. Aku pun merasa mungkin memang seharusnya aku tidak mengetahui semua ini
            2 bulan berlalu, kepergian Tina itu semakin sering. Setelah pulang sekolah dia lebih sering dijemput oleh papanya dan beralasan akan langsung pergi ke Rumah Sakit untuk menengok neneknya yang sakit. Aku memitanya untuk bisa ikut menengo neneknya yang sakit. Namun, dia melarangku dengan alasan-alasan agak aneh. Aku merasa makin tidak enak dengan kelakuan Tina akhir-akhir ini. Dia juga jarang untuk melakukan hal-hal yang menyerukan. Akhir-akhir ini dia lebih banyak termenung. Tapi dia tidak pernah menceritakannya kepadaku.
            “Tin, sebernarnya kamu kenapa sih?, ada masalah? Kalo ada masalah kamu jangan pendam sendiri, kamu kan masih punya sahabat seperti aku. Jadi kamu bisa ceritakan ke aku!”, kataku.
            “Mit, aku tidak ada maalah apa-apa kok. Aku baik-baik aja”, katanya.
            “Tapi, akhir-akhir ini aku melihat kamu sering melamun!”, tanggapku
            “Aku cuman memikirkan keadaan keluargaku di desa aja kok, Aku kangen sama mereka. Jadi, aku sedih saat jauh dengan mereka”, jawabnya
            “Oohh..., baiklah aku percaya. Tapi kamu jangan sedih lagi ya. Disini kan masih ada kau J. Dan jika kamu ada masalah ceritain ke aku aja”, jawabku
            “Iya Mit,, Pasti!”, jawabnya.
            Hampir saja aku lupa. Ternyata, 5 hari lahi itu Ulang Tahunnya Tina. Aku masih belum ada persiapan apa-apa. Aku pun meminta usulan dari teman-temanku yang lainnya. Aku menyetujui alah satu pendapat temanku. Aku pun mulai menyiapkannya 3 hari ebelum hari jadinya. Karena ini hari jadinya yang ke-17 maka, aku harus memberikan yang spesial kepadanya. Setelah memikirkan hadiahnya yang cukup lama. Aku memutuskan untuk memberinya sebuah kalung tanda persahabatan kita.
            Ternyata sehari sebelum Hari Ulang Tahunnya dia berpamitan untuk pulang ke desanya. Aku        kaget, berarti aku harus memberikan kejutannya di desanya dong. Konsep yang sudah aku susun sedemikian rupa menjadi berubah. Aku harus mengejutkannya di desa.
            Aku pun memilih 3 teman ku yang lainnya untuk ikut memberikan kejutan Ulang Tahun kepada Tina ke desanya. Dengan penuh kebahagiaan, aku pergi ke desanya. Aku sangat senang. Dan menurutku Tina pasti sangat suka dengan kejutanku ini. Aku sudah sangat percaya diri untuk mengejutkannya. Setelah beberapa lama, kami pun tiba di rumahnya. Kami terkejut!. Rumah Tina penuh orang dengan pakaian hitam-hitam. Pikirku pun melayang.
            “Ada apa ini???”, tanyaku dengan temanku yang lain.
            “Hmm... Mit, kayanya disini ada yang kematian deh”, kata salah satu temanku.
            “ Tapi, siapa yang meninggal ya? “, tanyaku?
.           “Entahlah,, lebih baik kita masuk untuk memastikannya”, jawab temanku yang lain
            Kami berempat pun langsung masuk ke rumahnya. Aku sangat terkejut, ternyata Tina telah meninggalkanku.  Dia tidak akan pernah kembali lagi. Aku langsung menangis histeris. Aku langsung memeluk tubuh Tina yang sudah kaku itu. Aku tidak bisa berbuat apalagi. Semua temanku sudah menenangkanku. Tapi, itu tidak cukup. Aku terus berteriak,, Tin! Bangun tin,,, . Kamu tidak boleh meninggalkannku dulu L.
            Semua sudah terlambat. Aku tidak bisa lagi mengucapkan Ulang Tahun ke dia. Aku sudah terlambat!!!.
            Orang tuanya pun menghampiriku.
            “Mita, kamu harus kuat ya,”, kata mamanya
            “Gimana bisa kuat tante, orang yang selama ini aku sayangi kini telah meninggalkanku”, kataku.
            “Yang sabar ya Mitha,ini semua sudah takdir Tuhan”, kata papanya.
            Aku pun menanyakan kejadian yang menimpanya. Beliau menjawab bahwa, Tina menderita penyakit kanker darah. Penyakitnya sangat susah disembuhkan. Beliau juga berkata dia tidak mengatakan penyakitnya ini kepada siapapun, sahabatnya pun tidak. Karena dia tidak mau membuat orang lain ikut sedih. Orang tuanya pun langsung menyerahkan sebuah diary kecil berwarna pink untukku.
            “Mita, ini diary Tina. Dia berpesan setelah dia meninggal diary ini harus diberi kepada kamu Mita”, kata mamanya
            “Diary?”, kataku kurang yakin
            “Iya, ini diary untukmu”, kata mamanya lagi
            “Terima kasih tante. Aku pasti akan menjaga dan selalu merawat diary ini tante”, kataku.
            Pemakaman Tina pun telah selesai. Sambil menangis di pemakamannya aku membaca halaman terakhir tulisannya
Semarang, 28 Desember 2012
Dear Diary,
Aku udah nggak tahan lagi dgn penyakitku ini. Aku sudah ingin mati. Dokter menapsirkan-ku akan meninggal pada usiaku yang ke-17. Itu sangat dekat. Tapi, aku masih bisa menikmati hari-hari terakhirku ini dengan senang. Karena, sahabatku Mita yang selalu menghiburku. Walaupun dia tidak tahu keadaanku saat ini.
Maafkan aku tidak menceritakannya padamu Mit,,,

          Aku sangat terharu membacanya. Begitu spesialnya aku dimatanya. Dia tepat meninggal pada hari jadinya yang ke-17. Walaupun aku sudah sering menghburnya, aku masih merasa kurang. Aku merasa sebagai sahabatnya, belum bisa membahagiakannya di saat-saat terakhirnya. Aku tidak ada disisinya disaat terakhinya. Aku menyesal.....
            Hari-hariku sangat sepi setelah kepergiannya...
“Walaupun raganya telah tiada, tapi namanya masih tetap hidup di hatiku”


*TAMAT*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar